Kamis, 10 November 2011

Sekaratnya Seorang Dai


Seorang dai tidak hanya sekarat di saat kematian akan menjemput sebagaimana manusia lainnya, akan tetapi dia akan sekarat pada perkara-perkara yang lain juga, dan tentu dalam setiap itu ada beberapa sebabnya. Maka ketika sebab ini datang, dia  akan meradang seakan merasakan datangnya sang maut. Seorang dai akan sekarat,
  • Ketika dia menyepelekan sunnah-sunnah rawatib…
  • Ketika dia lupa berdzikir pada pagi hari dan sore, karena lama tidak mengulang-ulangnya.
  • Ketika meninggalkan bacaan Al-Qur’an…
  • Ketika menyia-nyiakan untuk mengerjakan qiyamul lail…
  • Ketika meninggalkan pengajian-pengajian ilmu agama, yang bahkan tidak terjadwal dalam keseharian atau bahkan dalam setiap minggunya.
  • Ketika tidak bersedekah, berhemat dan terlalu hati-hati dalam beribadah dalam bentuk sedekah. Dan ketika dia mengeluarkan dari sakunya itupun dengan keadaan sangat terpaksa.
  • Ketika selesai dari sebuah perkumpulan, sedang semua orang pergi dengan tertawa-tawa dengan tawa yang memenuhi mulut-mulutnya, makan dengan makanan yang memenuhi perutnya dan  mungkin bahkan mereka makan daging saudaranya yang sudah meninggal dengan cara menggunjingnya.
  • Selalu memonitoring iklan-iklan barang, kendaraan, hal-hal yang aneh dan sebagainya tidak belajar dengan suatu ayat, atau hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam atau hikmah.
  • Ketika menghabiskan banyak waktunya dalam pembicaran yang sia-sia lagi berlebihan, dalam mengikuti kabar-kabar berita terbaru, dan beraneka macam acara di televisi.
  • Ketika ia berbuat zuhud dalam sunnah, terlalu leluasa dalam mubah, dan meremehkan larangan; seperti shalat Dhuha, witir, do’a keluar masuk rumah, do’a keluar masuk masjid, naik mobil atau kendaraan lain, boros dalam makanan, pakaian dan kendaraan.
Apakah dengan keadaan seperti itu, dia pantas digelari sebagai seorang dai?
Ataukan mungkin dengan seperti itu seseorang dapat memberikan pengaruh baik kepada diri dan keluarga melebihi dari masyarakat sekitarnya.
Inilah sekaratnya… maka marilah kita saling menilai diri pribadi masing-masing… Mari kita bercepat dalam mengobati diri, karena setiap orang adalah dokter pribadinya masing-masing. Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah tempat meminta pertolongan dan hanya kepadaNya kita bertawakal.
(Majalah Qiblati Edisi 6 Tahun I)
Sumber: http://qiblati.com/sekaratnya-seorang-dai.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar